Ketika zaman Belanda, Beliau tak mau bergabung dengan Belanda, sehingga harus pergi mengembara dari Keraton Yogyakarta. Beliau bertemu dengan seorang teman lama ketika nyantri di Pesantren Bergulo, Kyai Jailalain. Beliau berdua sepakat membuka tanah pertanian dan untuk permukiman, yang mulanya tanah tersebut masih berupa semak-semak belukar dan hutan. KRT Jayaningrat II kemudian membuka dengan membakar semak belukar tersebut. Di sebuah lokasi Beliau memulai (Jawa: Rerakit), diabadikan dengan nama Desa Krakitan (Kecamatan Salam). Sampai matinya api pembakaran tersebut berakhir di sebuah lokasi yang Beliau batasi (Jawa: Wates), dan lokasi tersebut diabadikan sebagai Dusun Wates (Desa Kradenan, Kecamatan Srumbung). Pada Mulanya Desa Kradenan terdiri dari 5 Desa dan disatukan oleh Lurah Glondong. Namun, seiring perkembangan penduduk dan pertanian, desa-desa tersbut beberapa memulai otoritas kepemerintahannya sendiri. Desa Kradenan merupakan penamaan daerah utara dan barat area pembukaan lahan pertanian dan permukiman oleh KRT Jayaningrat II dan Kyai Jalalain.
KRT Jayaningrat II mengabdikan hidupnya untuk membangun Desa Kradenan, hingga akhir hayat Beliau wafat dan disemayamkan di Pesarean KRT. Jayaningrat II, Dusun Kradenan Selatan RT.003/RW.001, Kradenan Srumbung, Magelang. Masyarakat sekitar dan dengan bantuan pihak Ngarsa Dalem Keraton Yogyakarta senantiasa memelihara Pesarean Beliau, yang hingga saai ini sering dikunjungi para Wisatawan Rohani untuk berziarah dan mendoakan Beliau.
Adapun tokoh-tokoh yang telah berjasa memimpin/sebagai Kepala Desa Kradenan yakni:
- Kepala Desa I : Lurah Glondong (Tidak ada dokumen tahun awal menjabat)
- Kepala Desa II : R. Harjo Wasito (1841-1970)
- Kepala Desa III : Soegito (1971-1998)
- Kepala Desa IV : Mat Rais (1998-2009)
- Kepala Desa V : Tony Miftakhul Afwan (2009-Sekarang)
Adapun lokasi Balai Desa Kradenan mulanya berada di Dusun Tegalancar, namun sejak tahun 2014 berlokasi di Dusun Karanggondang.